Jumat, 17 Januari 2014

JKN Dinilai Belum Siap

KUNINGAN.- JAMINAN Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) dinilai belum siap karena migrasi data tidak riil. Hal itu diungkapkan politisi PAN yang juga Wakil Ketua DPRD Kuningan, Toto Suharto, kepada sejumlah awak media di ruang kerjanya, Kamis (16/1). Menurutnya, migrasi data setelah 6 bulan seharusnya sudah siap. Data tersebut termasuk jumlah rakyat miskin dan catalog kesehatan.

Dikatakan, BPJS yang diatur dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2011 yang mengacu kepada Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI)  seharusnya sudah bisa dilaksanakan apabila update data PBI sudah akurat. “Begitu pula status sosial maupun komposisi jumlah calon Penerima Bantuan Iuran,” kata Koordinator Komisi D yang membidangi masalah kesehatan itu.

Toto bukan hanya menyoroti implementasi dari produk regulasi, namun ia mengkritisi situasi nasional yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Idealnya pemerintah Indonesia mampu melaksanakan kewajiban memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada rakyat kurang mampu. “Jika pemberantasan korupsi benar-benar dijalankan secara optimal, maka uang negara bisa diselamatkan dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat,” katanya.      

Sebelumnya, anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Chandra Tirtawijaya, ketika diminta pendapatnya mengatakan, pelaksanaan JKN sangat rancu. Ia pun selaku anggota DPR ternyata harus bayar ketika berobat, padahal sebagai angota legislatif mengantongi jaminan Askes. “Di RS Jakarta juga sama, saya dan anak saya yang berobat malah tetap bayar. Kita marah-marah juga susah, alasan mereka belum dapat informasi. Makanya nanti kita akan komplen ke BURT (badan urusan rumah tangga),” ungkapnya ketika menghadiri Maulid Nabi di kediaman Lin Yulyanti, Desa Sukamukti, Jalaksana.

Dikatakan, tiap orang akan merasa tenang dalam bekerja ketika ada jaminan pendidikan dan kesehatan. Dulu anggota keluarganya sampai tiga anak tercover. Sedangkan sekarang hanya dua anak. Jika terus-terusan bayar, maka gaji 2 bulan saja bisa habis untuk pemeriksaan kesehatan. “Kita minta kepada pemerintah agar sinkronisasi, sosialisasinya lebih dipercepat supaya pemegang asuransi otomatis bisa berjalan. Ini juga mesti disikapi oleh Komisi IX DPR RI yang membidanginya,” harapnya.

Ditanya sistem dari BPJS, selaku anggota Komisi I pihaknya mengaku belum mempelajari. Hanya saja, program itu tidak beres. “Tapi saya kira ini karena masih transisi. Filosofi dari tujuan JKN itu menurut saya mulia. Saya berharap sistem sekarang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu sosialisasinya harus lebih dipercepat. Karena kasihan, bagaimana nanti masyarakat dari kampung harus bayar Rp 25 ribu per bulan tapi pelayanan yang mereka peroleh tidak sesuai harapan. Angka Rp 25 ribu itu besar loh bagi mereka,” katanya. (deha)