KUNINGAN.- JAMINAN Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) dinilai belum siap karena migrasi
data tidak riil. Hal itu diungkapkan politisi PAN yang juga Wakil Ketua DPRD
Kuningan, Toto Suharto, kepada sejumlah awak media di ruang kerjanya, Kamis (16/1). Menurutnya, migrasi data setelah 6 bulan seharusnya sudah siap. Data
tersebut termasuk jumlah rakyat miskin dan catalog kesehatan.
Dikatakan, BPJS yang
diatur dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2011 yang mengacu kepada
Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran (PBI) seharusnya sudah
bisa dilaksanakan apabila update data PBI sudah akurat. “Begitu pula status
sosial maupun komposisi jumlah calon Penerima Bantuan Iuran,” kata Koordinator
Komisi D yang membidangi masalah kesehatan itu.
Toto bukan hanya
menyoroti implementasi dari produk regulasi, namun ia mengkritisi situasi
nasional yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Idealnya pemerintah
Indonesia mampu melaksanakan kewajiban memberikan pelayanan kesehatan gratis
kepada rakyat kurang mampu. “Jika pemberantasan korupsi benar-benar dijalankan
secara optimal, maka uang negara bisa diselamatkan dan dipergunakan untuk
kepentingan rakyat,” katanya.
Sebelumnya, anggota
DPR RI dari Fraksi PAN, Chandra Tirtawijaya, ketika diminta pendapatnya
mengatakan, pelaksanaan JKN sangat rancu. Ia pun selaku anggota DPR ternyata
harus bayar ketika berobat, padahal sebagai angota legislatif mengantongi
jaminan Askes. “Di RS Jakarta juga sama, saya dan anak saya yang berobat malah
tetap bayar. Kita marah-marah juga susah, alasan mereka belum dapat informasi.
Makanya nanti kita akan komplen ke BURT (badan urusan rumah tangga),” ungkapnya
ketika menghadiri Maulid Nabi di kediaman Lin Yulyanti, Desa Sukamukti,
Jalaksana.
Dikatakan, tiap orang
akan merasa tenang dalam bekerja ketika ada jaminan pendidikan dan kesehatan. Dulu
anggota keluarganya sampai tiga anak tercover. Sedangkan sekarang hanya dua
anak. Jika terus-terusan bayar, maka gaji 2 bulan saja bisa habis untuk
pemeriksaan kesehatan. “Kita minta kepada pemerintah agar sinkronisasi,
sosialisasinya lebih dipercepat supaya pemegang asuransi otomatis bisa
berjalan. Ini juga mesti disikapi oleh Komisi IX DPR RI yang membidanginya,”
harapnya.
Ditanya sistem dari BPJS, selaku anggota Komisi
I pihaknya mengaku belum mempelajari. Hanya saja, program itu tidak beres. “Tapi
saya kira ini karena masih transisi. Filosofi dari tujuan JKN itu menurut saya
mulia. Saya berharap sistem sekarang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu
sosialisasinya harus lebih dipercepat. Karena kasihan, bagaimana nanti
masyarakat dari kampung harus bayar Rp 25 ribu per bulan tapi pelayanan yang
mereka peroleh tidak sesuai harapan. Angka Rp 25 ribu itu besar loh bagi
mereka,” katanya. (deha)