Kamis, 22 Mei 2014

Kebangkitan Nasional di Persimpangan Jalan

Dadang Hendrayudha
KEBANGKITAN Nasional yang kita peringati setiap tanggal 20 Mei merupakan tonggak perlawanan dan patriotisme Bangsa Indonesia melawan invansi dan kolonialisme bangsa asing yang telah mencabik-cabik harkat dan derajat Bumi Pertiwi selama berabad-abad lamanya. Gelora perjuangan telah merasuk jiwa dan raga serta darah para pahlawan.

Batu nisan di Taman Makam Pahlawan dan monumen perjuangan menjadi saksi abadi betapa hebatnya perlawanan Bangsa Indonesia mengusir para imperialis. Klimaks perjuangan akhirnya bisa direngkuh. Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945.


Waktu terus berlalu. Namun perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan hanya diperingati sebagai bentuk  seremonial saja. Hingga kini, cita-cita dan perjuangan pendiri bangsa seolah-olah terlelap oleh hiruk pikuknya dinamika Bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya sebagai bangsa yang harus berperan aktif dalam percaturan dunia.

Generasi demi generasi terus tumbuh dan berkembang. Populasi penduduk Indonesia saat ini menempati urutan 5 besar di dunia. Globalisasi dan pesatnya teknologi semakin membutakan mata untuk mengejar ketertinggalannya dari bangsa lain. Modernisasi telah merubah sikap, mental dan prilaku masyarakat. Budaya asing semakin menghiasi pola pikir social society dan society social yang menyuguhkan fasilitas teknologi dan pola hidup serba instant.

Jadi sangat wajar bila masyarakat sekarang sudah tidak ingat lagi (atau melupakan) hakekat sebuah patriotisme dan nasionalisme yang telah diwariskan oleh para pejuang dan pahlawan kemerdekaan yang hanya bisa dibaca di buku-buku pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Perjuangan para pahlawan hanya untuk diingat ketika harus menjawab pertanyaan dalam sebuah ulangan atau ujian demi memperoleh secarik kertas tanda kelulusan akademis.

Perjuangan pahlawan kemerdekaan tidak lagi dijadikan pemahaman dan instropeksi diri. Siapa leluhur kita ?. Apa dan bagaimana bumi yang kita pijak sekarang ini bisa terwujud ?. Ironis memang, dari generasi ke generasi tidak lagi menjiwai makna Kebangkitan Nasional. Lau siapa yang bersalah ?. Jawabannya : ada dalam diri kita masing-masing !.

Kehidupan berbangsa dan bernegara harus terus berlanjut. Rakyat Indonesia mulai Sabang sampai Merauke hingga kini statusnya masih tetap sebagai “bangsa jajahan” dari kaum imperialis gaya baru. Penjajahan di bidang ekonomi, budaya dan teknologi, tidak secara langsung dirasakan. Mengapa ?, karena kita tidak lagi mengerti dan memahami apa itu Kebangkitan Nasional dan telah melupakan jati diri sebagai bangsa besar yang berhasil memenangkan berbagai pertempuran dalam merebut kemerdekaan.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang berdaulat politik, ekonomi, menjunjung tinggi budayanya dan menghormati jasa para pahlawannya. Semoga saja !   
*) Penulis Sekretaris PAC Pemuda Pancasila Kecamatan Kuningan.